Kesimpulan

Konsep-konsep penting di dalam budaya orang Sabu mungkin tidak diungkapkan secara verbal, tetapi  konsep-konsep ini telah diteruskan dengan cara yang berbeda. Penelitian tentang tradisi menenun telah membuka suatu peluang untuk mengungkapkan cara-cara berpikir tradisional di pulau Sabu.

Setiap tenunan tradisional mengandung makna tertentu dan memainkan peranan penting di dalam masyarakat Sabu. Konsep yang mendasar dan bersifat kosmologis ditemukan di dalam setiap jenis tenunan: dari sarung perempuan hingga kain laki-laki, dan tenunan untuk upacara penguburan, semua merefleksikan struktur utama masyarakat yang terbagi dalam dua kelompok hubi ae dan hubi iki, setiap kelompok dengan karakteristik yang spesifik. Misalkan warna yang lebih muda (merah, jadi yang bersifat hangat), motif yang bersegi dan angka yang ganjil merupakan tanda-tanda kelompok Bunga Palem Besar. Warna yang lebih gelap (gelap berarti dingin), pola yang bundar dan angka genap menandakan kelompok Bunga Palem Kecil.

Pola-pola ikat yang halus dan bermutu, tampil sebagai sesuatu yang menakjubkan. Tujuan utama  tenunan Sabu tradisional bukanlah menonjolkan segi estetika, tetapi ingin menyampaikan sebuah pesan. Tenunan ini menunjukkan identitas sebuah kelompok atau sub-kelompok. Para kolektor yang menghargai desain tenunan Sabu yang halus dan rumit menyatakan ada sesuatu yang kurang dalam kreativitas pola dari berbagai wini. Memang pola ini sering berasal dari motif wokelaku dan wohèpi, karena setiap pola diwajibkan mengaitkan seseorang dengan nenek moyangnya masingmasing. Ini yang membatasi   kebebasan berkreasi.

Pola tekstil orang Sabu sebaiknya dilihat sebagai kartu identitas dan motif yang dimiliki oleh hubi dan wini seharusnya dilindungi sebagai pusaka budaya dari kelompok ethnis ini, karena tenunan Sabu dewasa ini di produksi dengan alat tenun industrial di pulau-pulau lain di Indonesia, terutama di pulau Jawa dan Bali. Karena itu hanya beberapa pola tradisional diperlihatkan di sini. Banyak motif yang dimiliki oleh kelompok tertentu dengan sengaja tidak dipertunjukkan di dalam buku ini, karena hak cipta motif-motif ini belum dilindungi secara legal.

Tekstil yang mengandung kekuatan tertentu magis hanya ditenun oleh kaum perempuan. Hal ini memberikan peran dan kedudukan yang penting bagi kaum perempuan di dalam masyarakat. Secara tradisional, seorang perempuan bertanggung jawab terhadap kesehatan dan keselamatan kakak laki-lakinya.

Sebaliknya kakak laki-lakinya bertanggung jawab melindungi dan memberikan sumber penghasilan/makanan kepada adik perempuan dan anak-anaknya. Perempuan dahulu pernah memegang peranan penting di dalam upacara kematian, karena perempuan dianggap mampu menghubungkan dunia orang hidup dan dunia roh nenek moyang melalui tenunan dan doa.

Peran ini mulai berubah karena kehidupan modern dan pengalihan ke agama lain. Pada upacara  penguburan orang Kristen, kain-kain tertentu yang dipercayakan dapat membuka jalan ke dunia roh nenek moyang tidak lagi diperlukan.

Akibatnya, perempuan Sabu kehilangan peran tradisional yang menentukan kedudukannya di dalam masyarakat Sabu, karena kepercayaan dan masyarakat modern tidak dapat menawarkan peranan baru menggantikan peran lama. Tradisi menenun yang kuno dan unik yang diturunkan dari generasi ke generasi selama berabad-abad atau mungkin selama lebih dari seribu tahun menghadapi ancaman punah mungkin dalam satu atau dua generasi mendatang demi modernisasi dan globalisasi.

Tidak perlu kami kembali ke masa lampau, yang penting menumbuh-kembangkan kesadaran di antara orang Sabu terutama di antara generasi muda, tentang tradisi tenun Sabu yang unik yang mengemukakan nilai-nilai budaya yang khas. Di samping menenun untuk tujuan komersial, para penenun sebaiknya tetap menghasilkan kainkain tradisional yang mengandung makna tertentu, demi melestarikan budaya Sabu dan tanpa melihat preferensi kepercayaan yang dianut.

Besar harapan penulis, orang Sabu yang telah bermigrasi ke pulau-pulau lain di Indonesia atau mungkin berpindah ke luar negeri, akan tertarik kembali pada akar budaya dan asal-usulnya dan mulai mengoleksi paling sedikit satu tenunan tradisional dengan motif yang khas milik kelompok asalnya (hubi atau wini), dan sekaligus memiliki ‘kartu identitas’ kuno dan unik dari nenek moyang mereka. Fungsi petanda identitas ini melampaui pentingnya identitas etnis belaka sebagai orang Sabu. Harapan lain adalah bahwa pengetahuan silsilah yang dikaitkan dengan polapola khas ini dapat diteruskan kepada generasigenerasi berikutnya.

Upacara keselamatan oleh penduduk dari desa Pedèro, Mesara

Upacara keselamatan oleh penduduk dari desa Pedèro, Mesara